Kursor

Wavy Tail

Jumat, 13 Mei 2016

3. Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia

Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia

   Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam baik hayati maupun non hayati , Indonesia mempunyai banyak potensi yang dapat dikembangkan. Akan tetapi banyak orang asing yang banyak mengeskpolitasi sumber daya yang ada di Indonesia.  
 Sumber daya alam di Indonesia adalah segala potensi alam yang dapat dikembangkan untuk proses produksi. Sumber daya alam ialah semua kekayaan alam baik berupa benda mati maupun benda hidup yang berada di bumi dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Proses terbentuknya sumber daya alam di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain :

1. Secara astronomis, Indonesia terletak di daerah tropik dengan curah hujan tinggi menyebabkan aneka           ragam jenis tumbuhan dapat tumbuh subur. Oleh karena itu Indonesia kaya akan berbagai jenis tumbuhan.
2. Secara geologis, Indonesia terletak pada pertemuan jalur pergerakan lempeng tektonik dan pegunungan         muda menyebabkan terbentuknya berbagai macam sumber daya mineral yang potensial.
3. Wilayah lautan di Indonesia mengandung berbagai macam sumber daya nabati, hewani, dan mineral antara     lain ikan laut, rumput laut, mutiara serta tambang minyak bumi.
    Jumlah dan kualitas sumber daya alam sangat banyak dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia selain itu kualitasnya pun sangat bagus sehingga dapat diekspor di berbagai negara sehingga dapat memenuhi devisa Negara. Jenis sumber daya alam yang diekspor seperti minyak bumi, gas alam dan bahan tambang lainnya serta hasil pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan pariwisata selain itu hasil industri juga dapat diekspor keluar negeri.


Masalah Sumber Daya Alam Struktur Penguasaan Sumber Daya Alam

     Permasalahan pengelolaan sumberdaya alam menjadi sangat penting dalam pembangunan ekonomi pada masa kini dan masa yang akan datang. Di lain pihak sumberdaya alam tersebut telah banyak mengalami kerusakan-kerusakan, terutama berkaitan dengan cara-cara eksploitasinya guna mencapai tujuan bisnis dan ekonomi. Dalam laporan PBB pada awal tahun 2000 umpamanya, telah diidentifikasi 5 jenis kerusakan ekosistem yang terancam mencapai limitnya, yaitu meliputi ekosistem kawasan pantai dan sumberdaya bahari, ekosistem lahan pertanian, ekosistem air tawar, ekosistem padang rumput dan ekosistem hutan. Kerusakan-kerusakan sumberdaya alam di dalam ekosistem-ekosistem tersebut terjadi terutama karena kekeliruan dalam pengelolaannya sehingga mengalami kerusakan yang disebabkan karena terjadinya perubahan besar, yang mengarah kepada pembangunan ekonomi yang tidak berkelanjutan. Padahal sumberdaya tersebut merupakan pendukung utama bagi kehidupan manusia, dan karenanya menjadi sangat penting kaitannya dengan kegiatan ekonomi dan kehidupan masyarakat manusia yang mengarah kepada kecenderungan pengurasan (depletion) dan degradasi (degradation). Kecenderungan ini baik dilihat dari segi kualitas maupun kuantitasnya dan terjadi di hampir semua kawasan, baik terjadi di negara-negara maju maupun negara berkembang atau miskin.

Kebijakan Sumber Daya Alam (Struktur Penguasaan Sumber Daya Alam)
  1. Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.
  2. Meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan, dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan
  3. Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan keterbaharuan dalam pengelolaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat balik
  4. Mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif dan pemeliharaan lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga, yang diatur dengan undang-undang.
  5. Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta penataan ruang, yang pengusahaannya diatur dengan undang-undang.

Arah kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam dalam TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam :

  1. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor yang berdasarkan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.
  2. Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan berbagai sumber daya alam melalui identifikasi dan inventarisasi kualitas dan kuantitas sumber daya alam sebagai potensi dalam pembangunan nasional.
  3.  Memperluas pemberian akses informasi kepada masyarakat mengenai potensi sumber daya alam di daerahnya dan mendorong terwujudnya tanggung jawab sosial untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan termasuk teknologi tradisional.
  4.  Memperhatikan sifat dan karakteristik dari berbagai jenis sumber daya alam dan melakukan upaya-upaya meningkatkan nilai tambah dari produk sumber daya alam 
  5. Menyelesaikan konflik-konflik pemanfaatan sumber daya alam yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.
  6. Menyusun strategi pemanfaatan sumber daya alam yang didasarkan pada optimalisasi manfaat dengan memperhatikan kepentingan dan kondisi daerah maupun nasional.


Parameter Kebijakan PSDA Bagi Pembangunan Berkelanjutan

Reformasi pengelolaan sumber daya alam sebagai prasyarat bagi terwujudnya pembangunan berkelanjutan dapat dinilai dengan baik apabila terumuskan parameter yang memadai. Secara implementatif, parameter yang dapat dirumuskan diantaranya:

  1. Desentralisasi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan mengikuti prinsip dan pendekatan ekosistem, bukan administratif.
  2. Kontrol sosial masyarakat dengan melalui pengembangan transparansi proses pengambilan keputusan dan peran serta masyarakat . Kontrol sosial ini dapat dimaknai pula sebagai partisipasi dan kedaulatan yang dimiliki (sebagai hak) rakyat. Setiap orang secara sendiri-sendiri maupun berkelompok memiliki hak yang sama dalam proses perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan, pengawasan serta evaluasi pada pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.
  3. Pendekatan utuh menyeluruh atau komprehensif dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Pada parameter ini, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup harus menghilangkan pendekatan sektoral, namun berbasis ekosistem dan memperhatikan keterkaitan dan saling ketergantungan antara faktor-faktor pembentuk ekosistem dan antara satu ekosistem dengan ekosistem lainnya.
  4. Keseimbangan antara eksploitasi dengan konservasi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga tetap terjaga kelestarian dan kualitasnya secara baik.
  5. Rasa keadilan bagi rakyat dalam pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Keadilan ini tidak semata bagi generasi sekarang semata, tetapi juga keadilan untuk generasi mendatang sesudah kita yang memiliki hak atas lingkungan hidup yang baik.


Visi Pengelolaan Sumber Daya Alam
  “Terwujudnya Lingkungan Hidup yang handal dan proaktif, serta berperan dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, dengan menekankan pada ekonomi hijau”.

Misi Pengelolaan Sumber Daya Alam
  1. Mewujudkan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup terintegrasi, guna mendukung tercapainya pembangunan berkelanjutan, dengan menekankan pada ekonomi hijau;
  2. Melakukan koordinasi dan kemitraan dalam rantai nilai proses pembangunan untuk mewujudkan integrasi, sinkronisasi antara ekonomi dan ekologi dalam pembangunan berkelanjutan;
  3. Mewujudkan pencegahan kerusakan dan pengendalian pencemaran sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup;
  4. Melaksanakan tatakelola pemerintahan yang baik serta mengembangkan kapasitas kelembagaan dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara terintegrasi.

Sasaran
  Secara umum, sasaran pembangunan yang ingin dicapai adalah mewujudkan perbaikan fungsi lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam yang mengarah pada pengaruh utama prinsip pembangunan berkelanjutan. Sasaran khusus yang hendak dicapai adalah:
1. Terkendalinya pencemaran dan kerusakan lingkungan sungai, danau, pesisir dan laut, serta air tanah;
2. Terlindunginya kelestarian fungsi lahan, keanekaragaman hayati dan ekosistem hutan;
3. Membaiknya kualitas udara dan pengelolaan sampah serta limbah bahan berbahaya dan beracun (B3);

Dominasi SDA di Indonesia   Indonesia adalah negara dengan kekayaan alam yang sangat besar. Menyimpan banyak sumber mineral, energy, perkebunan , hasil hutan dan hasil laut yang melimpah. Saat ini Indonesia berada pada peringkat 6 dalam hal cadangan emas, nomor 5 dalam produksi tembaga, berada pada urutan 5 dalam produksi bauksit, penghasil timah terbesar di dunia setelah Cina, produsen nikel terbesar ke dua di dunia. Tambang Grasberg Papua adalah tambang terbesar di dunia. Kesimpulannya negara ini berada dalam urutan teratas dalam hal raw material.
   Negara ini adalah produsen sumber energi terbesar. Berada pada urutan nomor 2 eksportir batubara di dunia setelah Australia, eksportir gas alam bersih LNG terbesar di dunia, seperempatnya dikirim ke Singapura. Eksportir terbesar gas alam cair setelah Qatar dan Malaysia. Dalam hal komoditi perkebunan Indonesia berada pada nomor 1 dalam produksi CPO, produsen karet terbesar di dunia, berada dalam urutan 3 dalam hal produksi kakao, merupakan produsen kopi terbesar di dunia bersama Vietnam dan Brasil.

1. Sejarah   Investasi dalam rangka memburu bahan mentah telah berlangsung sejak lama, sejak era kolonialisme Eropa tahun 1600-an. Seiring pejalanan waktu investasi luar negeri tersebut semakin meluas dan intensif. Hingga tahun 1870-an kekuasaan Kolonial Belanda hanya meliputi Jawa dan Sumatra. Wilayah-wilayah lain hanyalah kekuasaan yang sifatnya administratif belaka. Namun sekarang dominasi modal asing telah meliputi seluruh wilayah Nusantara hingga ke pulau terluar dan pulau-pulau kecil jatuh ke tangan modal asing.
   Pengurasan sumber daya alam pada era kolonial hanya meliputi hasil perkebunan, timah, sedikit sumber migas, namun saat ini pengerukan yang dilakukan kapitalisme asing telah meliputi seluruh sector, tambang, minyak, gas, perkebunan, kehutanan, perikanan, pertanian, perbankan, keuangan dan perdagangan. Bahan mentah utama yang diburu adalah minyak, gas, mineral, batubara, hasil perkebunan dan hasil hutan.
    Corak Investasi di Indonesia saat ini bercirikan investasi kolonial, dengan tiga ciri utama yaitu ; Pertama, investasi menguasai tanah dalam skala yang sangat luas. Kedua, Investasi hanya berorientasi mencari raw material untuk kebutuhan industri di negara negara maju. Ketiga, seluruh keuntungan atas investasi dilarikan ke luar negeri dan ditempatkan di lembaga keuangan negara negara maju.

2. Kondisi Objektif   Mineral dan Batubara : Sejauh ini jumlah izin usaha pertambangan mencapai 10.566 izin. Dari total izin itu, sebanyak 5.940 izin di antaranya bermasalah atau non clean and clear, yang terdiri atas 3.988 izin usaha pertambangan operasi dan produksi mineral serta 1.952 IUP operasi dan produksi batubara.
   Minyak dan Gas : Sebanyak sejak 2002 hingga 2011, terdapat 287 wilayah kerja migas yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Data BP Migas tahun 2007 wilayah kerja migas hanya 169 unit, 200 unit wilayah kerja migas pada 2008. Selanjutnya, bertambah lagi menjadi 228 pada 2009 dan 245 pada 2010.
   Kehutanan : Jumlah pemegang izin hak penguasaan hutan (HPH) saja sampai dengan kuartal III/2011 mencapai 22,9 juta hektare dengan jumlah pengusaha pemegang izin sebanyak 286 unit. Kini HPH disebut dengan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) hutan alam. Pemegang izin hutan tanaman industri (HTI) sampai dengan kuartal III/2011 sebanyak 244 unit dengan luas 9,9 juta ha. Sejak 2010 sampai dengan saat ini, terdapat permohonan izin HTI sebanyak 315 unit dengan luas 18,0 juta ha.

3. Dominasi Asing
  Total luas tanah/lahan di Indonesia dibawah penguasaan perusahaan-perusahaan besar. Sekitar 42 juta hektar untuk pertambangan mineral dan batubara, 95 juta hektar untuk minyak dan gas, 32 juta hektar untuk kehutanan, 9 juta hektar untuk perkebunan sawit. Luas keseluruhan mencapai 178 juta hektar. Sebagian besar lahan dikontrol oleh perusahaan asing. Padahal luas daratan Indonesia 195 juta hentar.
  Investasi di Indonesia didominasi oleh perusahaan asing. Sedikitnya 95% kegiatan investasi mineral dikuasai dua perusahaan AS yaitu PT Freeport Mc Moran, dan PT Newmont Corporation. Sebanyak 85% ekplotasi minyak dan gas dikuasasi oleh asing, 48% migas dikuasai Chevron. Sebanyak 75-80% ekploitasi batubara dikuasai perusahaan asing. 65%-70 % perkebunan dikuasai asing. Sebanyak 65% perbankkan dikuasai asing.
    Sebanyak 100 persen mineral diekspor, 85 persen gas diekspor, 75 persen hasil perkebunan diekspor, untuk kebutuhan industri negara-negara maju.

4. Pengambil-alihan Teritorial
   Di Nusa Tenggara Barat PT. Newmont Nusa Tenggara menguasai 50 persen wilayah NTB dengan luas kontrak seluas 1,27 juta hektar. Di Pulau Sumbawa salah satu wilayah NTB Newmont menguasai 770 ribu hektar, setara dengan 50 persen lebih luas wilayah daratan pulau sumbawa seluas 1,4 juta hektar. Sementara para bupati/walikota di tiga 5 kabupaten/kota di Pulau Sumbawa terus memberi ijin tambang diatas lahan-lahan yang tersisa. Saat ini lebih dari 150 Izin Usaha Pertambangan yg beroperasi di NTB baik yang sedang melakukan eksplorasi maupun produksi.
   Di Papua, Kontrak Karya (KK) Freeport seluas 2,6 juta hektar, HPH 15 juta Hektar, HTI 1,5 juta hektar, Perkebunan 5,4 juta hektar, setara dengan 57 persen luas daratan Papua. Belum termasuk kontak migas yang jumlahnya sangat besar, sehingga diperkirakan Papau telah habis dibagi kepada ratusan perusahaan raksasa.
   Kalimantan Timur diperkirakan seluruh wilayah daratannya seluas 19,8 juta hektar telah dibagi-bagikan kepada modal besar. Ijin tambang mineral dan batubara 5 juta ha, Perkebunan 2,4 juta hektar, ijin hutan HPH, HTI, HTR dan lainnya mencapai 9,7 juta (data MP3EI), belum termasuk kontrak migas, dimana Kaltim adalah salah satu kontributor terbesar pendapatan migas negara.
   Di Madura, luas kontrak migas sudah melebihi luas pulau madura sendiri, yang diserahkan pemerintah kepada Petronas, Huski Oil, Santos, dan perusahaan asing lainnya.

5. Regulasi Nasional
    Pemerintah juga telah mengesahkan UU No 25 tahun 2007 tentang penanaman modal. UU ini merupakan adopsi prinsip dasar dari WTO, BIT, dan FTAs. UU ini sejalan dengan kepentingan perusahaan multinasional.
  Dibawah UU ini pemerintah telah mengeluarkan Daftar Negatif Investasi (DNI) sebagai strategi untuk membuka semua sektor ekonomi strategis bagi Investasi asing, mulai dari air, energy, pangan, keuangan.
Selain itu pemerintah telah melahirkan berbagai UU dalam rangka memfasilitasi investasi luar negeri yaitu UU Bank Indonesia, UU perbankan, Migas, UU Minerba, UU sumber daya air, UU kehutanan. Keseluruhan UU tersebut ditujukan dalam rangka memfasilitasi investasi asing seluruh sektor stratgis di Indonesia.
Proses pembuatan UU Penanaman Modal, Daftar Negtif Investasi (DNI) dilakukan dibawah perintah IMF, World Bank dan Asian Development Bank. Semua UU yang berkaitan dengan investasi dan perdagangan di Indonesia dibuat diatas perintah dari institusi keuangan global dan negara-negara maju.
Dominasi Swasta Pada Pengelolaan Sumberdaya Alam Indonesia Di Indonesia terdapat dua kategori badan usaha yaitu badan usaha milik negara dan badan usaha swasta. Kedua badan usaha tersbut sama-sama mengelola sumber daya alam Indonseia. Pada sektor hutan, Indonesia memiliki PT Perkebunan Nusantara dan 274 perusahaan pemegang HPH dengan arela seluas 20.899.673 ha.
    Sedangkan perusahaan kehutanan yang masuk dalam BUMN hanya tiga yaitu Perum Perhutani, PT Perkebunan Nusantara, dan PT Inhutani. Pada sektor air, di Indonesia terdapat satu perusahaan yakni Perum Jasa Tirta yang salah satu bidang usahanya adalah menyediakan air baku, sedang perusaah air (air minum) di Indonesia terdapat 50 perusahaan air minum dalam kemasan. Pada sektor migas hanya terdapat satu perusaahaan negara yaitu Pertamina, sedang jumlah perusahaan migas swasta berjumlah 41. Aset pertamina hanya sekitar 22.244 barel pada tahun 2012, sedang aset perusahaan swasta mencapai 710.190 barel.
    Hampir seluruh sektor mineral batubara yang ada di Indonesia dikelola oleh badan usaha swasta, seperti PT Freeport Indonesia, PT Newmont Nusa Tenggara, PT Newmont Minahasa Raya dan lain sebagainya.Berdasarkan data-data di atas, maka dapatlah diketahui bahwasanya pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia lebih cenderung dilakukan oleh badan usaha swasta daripada badan usaha milik negara. Sehingga tujuan pencapaian kemakmuran rakyat dari hasil pengelolaan sumberdaya alam agaknya sulit tercapai, sebab pengelolaan sumber daya alam di Indonesia telah didominasi oleh badan usaha swasta yang kontribusinya terhadap bangsa Indonesia bisa dikatakan hanya sebatas membayar pajak dan iuran bukan pajak.



Sumber Referensi :

http://umamialvia.blogspot.co.id/2015/04/masalah-sumber-daya-alam-struktur.html
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/24803?show=full
http://riobcs.blogspot.co.id/2015/04/kebijakan-sumber-daya-alam-struktur.html
http://desi-rosdiana.blogspot.co.id/

2, Sejarah Ekonomi Indonesia

Sejarah Ekonomi di Indonesia


Pola dan proses dinamika pembangunan ekonomi disuatu negara sangat ditentukan olehbanyak faktor,internal (domestik,maupun eksternal  (global). Faktor-faktor internal diantaranya, adalah kondisi fisik (termasuk iklim) ,lokasi geografi,jumlah dan kualitas SDA dan SDM yang dimiliki, kondisi awal ekonomi, sosial dan budaya, sistem politik serta peran pemerintah didalam ekonomi. Sedangkan,faktor faktor eksternal diantaranya adalah perkembangan tekhnologi,kondisi perekonomian dan politik dunia,serta keamanan global

Akan tetapi,untuk dapat memahami sepenuhnya sifat proses dan pola pembangunan ekonomi disuatu negara serta kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam kurun waktu tertetentu atau untuk memahami kenapa pengalaman suatu negara dalam membangun ekonominya berbeda dengan negara lain,maka perlu juga diketahui sejarah ekonomi dari negara itu sendiri. Sering dikatakan bahwa keadaan perekonomian  atau orientasi pembangunan infrastruktur fisik dan sosial (seperti pendidikan dan kesehatan) yang dilakukan,dan tingkat pembangunan yang telah dicapai pada masa lampau,yakni pada masa penjajahan (Kolonialisme).

A.  Sejarah Pra Kolonialisme
    Sejarah ekonomi adalah ilmu yang mempelajari tentang cara fenomena ekonomi berubah dilihat dari sudut pandang historisnya. Analisis dalam sejarah ekonomi dilakukan menggunakan gabungan metode sejarah, metode statistik dan teori ekonomi terapan sampai peristiwa bersejarah. Topik ini meliputi sejarah bisnis, sejarah keuangan dan mencakup bidang sejarah sosial seperti sejarah kependudukan dan sejarah buruh. Sejarah ekonomi kuantitatif (ekonometrik) juga disebut sebagai kliometri.

B. Sejarah Indonesia Era Pra Kolonial
     Pada era pra kolonial yaitu era dimana bangsa asing belum masuk ke Indonesia. Terutama bangsa Eropa yang bertujuan memperluas kekuasaan mereka atau untuk menjadi bangsa penjajah di Idonesia. Pada era ini kita adalah jamannya kejayaan kerajaan-kerajaan di Indonesia. Termasuk masa berkembangnya agama Hindu dan Budha sebagai agama yang pertama kali dikenal di Indonesia. Sehingga adat budaya Hindu-Budha masih dapat kita lihat hingga kini terutama dari bangunan-banguna bersejarah pada masa itu. Diantaranya berbagaiprasasati dan candi yang merupakan hasil budaya masyarakat Indonesia pada masa itu.
Dimulailah sejarah Indonesia mengenai penyebaran ajaran Hindu-Budha serta beberapa kerajaan bercorak Hindu-Budha yang sempat berjayaan membuat nama mereka sekaligus raja-raja dan para tokohnya terkenal di seluruh nusantara. Ini berlangsung mulai abad ke-4 hingga abad ke-15. Tepatnya dimulai dari masa kejayaan kerajaan Kutai hingga Kerajaan Malayapura.
    Setelah masa itu perdagangan dunia mulai berkembang seiring dengan ditemukannya Indonesia oleh berbagai bangsa lain dari berbagai belahan dunia. Pada abad ke 12 mulailah berdatangan para pedagang atau yang lebih dikenal dengan sebutan para Guzarat dari Timur Tengah. Terutama para pedagang berkebangsaan Arab Saudi yang beragama Islam. Dari mereka inilah cikal bakal penyebaran dan berkembangnya agama Islam di Indonesia ini. Hingga akhirnya agama ini kini masih menjadi agama mayoritas di Indonesia.
     Adanya interaksi antara para pedagang dengan orang Indonesia asli untuk berbisnis lama kelamaan berkembang menjadi akulturasi budaya. Tidak sedikit bangsa Arab menikahi orang Indonesia dan menetap di Indonesia. Tidak sedikit pula orang Indonesia yang masuk Islam. Maka kita kenal adanya Wali Songo yang merupakan orang Indonesia asli yang memilii ilmu mengenai agama Islam yang kental. Mereka menjadi penyebar agama Islam di seluruh Nusantara. Terutama di Pulau Jawa dengan berbagai cara yang unik.
Perlahan namun pasti kita juga mulai mengenal gaung dari kerajaan-kerajaan Islam yang juga sempat mengalamami masa kejayaaan. Kita mengenal kesultanan Samudera Pasai, Demak, Banten, dll. Sebagai kerajaan yang bercorak budaya Islam yang kental. Begitupun para tokoh Islam yang terdapat di dalamnya yang cukup berpengaruh dalam perkembangan Islam di Indonesia.

B.   Sistem Monopoli VOC
     Kongsi Dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnieatau VOC) yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah persekutuan dagang asalBelanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur karena ada pula VWC yang merupakan persekutuan dagang untuk kawasan Hindia Barat. Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan multinasional pertama di dunia sekaligus merupakan perusahaan pertama yang mengeluarkan sistem pembagian saham.
     Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut.

           Monopoli VOC di Indonesia
Hasil pelayaran bangsa Belanda pada mulanya hanya mendatangkan kerugian, karena diantara para pedagang mereka sendiri senantiasa satu sama lain saling bersaing dan hanya bertujuan untuk mencari untung masing-masing. Pemerintah Belanda segera turun tangan dan membasmi segala pertentangan atau perebutan yang terjadi dengan jalan membentuk suatu persatuan atau penggabungan diantara kongsi dagang yang ada. Demikian pada tahun 1602 berdirilah di negeri Belanda persatuan kongsi dagang yang diberi nama V.O.C singkatan dari Verenigde Oost Indische Compagnie. Persatuan kongsi tersebut dari pemerintah Belanda memperoleh berbagai hak seperti boleh bertindak atas nama pemerintah Belanda dengan segala kekuasaan seolah-olah bagaikan suatu pemerintahan  yang berdaulat penuh atas daerah-daerah yang dapat dikuasai antara Tanjung Harapan dan Selat Magelhaen. Dalam hubungan ini V.O.C selaku kongsi dagang besar sudah tentu akan menjalankan hak perniagaan tunggalnya (monopoli) di Indonesia yang tiada lain dimaksudkan untuk mencegah timbulnya persaingan.
Aturan monopoli VOC :
·         Rakyat Maluku hanya boleh menanam rempah-rempah atas izin VOC.
·         Luas wilayah perkebunan dibatasi oleh VOC.
·         Harga jual ditentukan VOC.
·         Tempat menanam rempah-rempah ditentukan VOC.
   VOC benar-benar mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia, hal ini dikarenakan sumber utama pendapatan mereka adalah dengan menjual rempah-rempah serta komoditi lainnya yang berasal dari Indonesia. VOC benar-benar menggantungkan keadaan perusahaannya kepada para petani dan hasil panen rempah-rempah di Indonesia. Hal ini dikarenakan komoditi utama yang diperdagangkan oleh VOC yaitu kain, tidak laku di Indonesia. Kain yang dijual VOC, tidak mampu dibei oleh rakyat Indonesia, karena kemiskinan yang dialami oleh rakyat Indonesia, sehingga daya beli mereka rendah.

C.   Sistem Tanam Paksa
    Culturstelsel (harafiah: Sistem Kultivasi atau secara kurang tepat diterjemahkan sebagaiSistem Budi Daya) yang oleh sejarawan Indonesia disebut sebagai Sistem Tanam Paksa, adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopitebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.
    Tanam paksa adalah era paling eksploitatif dalam praktik ekonomi Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada zaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal Hindia Belanda pada 1835 hingga 1940. Akibat sistem yang memakmurkan dan menyejahterakan negeri Belanda ini, Van den Bosch selaku penggagas dianugerahi gelar Graaf oleh raja Belanda, pada 25 Desember 1839.
     Cultuurstelsel kemudian dihentikan setelah muncul berbagai kritik dengan dikeluarkannya UU Agraria 1870 dan UU Gula 1870, yang mengawali era liberalisasi ekonomi dalam sejarah penjajahan Indonesia.Sejak VOC dibubarkan tahun 1799, daerah-daerah yang menjadi kekuasaannya diambil alih oleh pemerintah kerajaan Belanda. Kebijakan 'Culture Stelsel' dilaksanakan untuk mengeruk kekayaan bumi Indonesia tanpa mau memperhatikan rakyat Indonesia dibawah pimpinan Van Den Bosch. Secara teoritis, peraturan yang ditetapkan dalam sistem tanam paksa tidak memberatkan. Akan tetapi dalam prakteknya, banyak sekali penyimpangan yang dilakukan dalam sistem ini.

D.  Sistem Ekonomi Kapitalis LiberaL
 Pengertian Sistem Ekonomi Kapitalis Liberal
        Sistem ekonomi kapitalis liberal adalah sitem ekonomi yang aset-aset produktif dan faktor-faktor produksinya sebagian besar dimiliki oleh sektor individu/swasta. Sementara tujuan utama kegiatan produksi adalah menjual untuk memperoleh laba.
Sistem perekonomian/tata ekonomi kapitalis liberal merupakan sistem perekonomian yang memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi barang, menjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya.
Dalam perekonomian kapitalis liberal setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar- besarnya dan bebas melakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas

E. Cita-Cita Ekonomi Merdeka
    Perekonomian global sedang anjlok. Namun, pada saat bersamaan, perekonomian Indonesia justru tumbuh. Memasuki tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi 6,5 persen. Lalu, juga pada tahun 2013 mendatang, PDB Indonesia diperkirakan 1 Triliun USD. Gara-gara angka-angka tersebut, banyak orang terkesima dengan performa ekonomi Indonesia. Banyak yang mengira, dengan pertumbuhan ekonomi sepesat itu, bangsa Indonesia sudah sejahtera. Lembaga rentenir Internasional, IMF (Dana Moneter Internasional), turut terkesima dan memuja-muja pertumbuhan itu. Namun, fakta lain juga sangat mencengankan. Indeks Gini, yang mengukur tingkat kesenjangan ekonomi, meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Data Biro Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, tingkat kesenjangan ekonomi pada 2011 menjadi 0,41. Padahal, pada tahun 2005, gini rasio Indonesia masih 0,33. Data lain juga menunjukkan, kekayaan 40 orang terkaya Indonesia mencapai Rp680 Triliun (71,3 miliar USD) atau setara dengan 10,33% PDB. Konon, nilai kekayaan dari 40 ribu orang itu setara dengan kekayaan 60% penduduk atau 140 juta orang. Data lain menyebutkan, 50 persen kekayaan ekonomi Indonesia hanya dikuasai oleh 50 orang.
      Ringkas cerita, pertumbuhan ekonomi yang spektakuler itu tidak mencerminkan kesejahteraan rakyat. Yang terjadi, sebagian besar aset dan pendapat ekonomi hanya dinikmati segelintir orang. Sementara mayoritas rakyat tidak punya aset dan akses terhadap sumber daya ekonomi. Akhirnya, terjadilah fenomena: 1% warga negara makin makmur, sementara 99% warga negara hidup pas-pasan. Akhirnya, kita patut bertanya, apakah pembangunan ekonomi semacam itu yang menjadi cita-cita kita berbangsa? Silahkan memeriksa cita-cita perekonomian kita ketika para pendiri bangsa sedang merancang berdirinya negara Republik Indonesia ini.
Bung Hatta pernah berkata, “dalam suatu Indonesia Merdeka yang dituju, yang alamnya kaya dan tanahnya subur, semestinya tidak ada kemiskinan. Bagi Bung Hatta, Indonesia Merdeka tak ada gunanya jika mayoritas rakyatnya tetap hidup melarat. “Kemerdekaan nasional tidak ada artinya, apabila pemerintahannya hanya duduk sebagai biduanda dari kapital asing,” kata Bung Hatta. (Pidato Bung Hatta di New York, AS, tahun 1960). Karena itu, para pendiri bangsa, termasuk Bung Karno dan Bung Hatta, kemudian merumuskan apa yang disebut “Cita-Cita Perekonomian”. Ada dua garis besar cita-cita perekonomian kita. Pertama, melikuidasi sisa-sisa ekonomi kolonial dan feodalistik. Kedua, memperjuangkan terwujudnya masyarakat adil dan makmur. Artinya, dengan penjelasan di atas, berarti cita-cita perekonomian kita tidak menghendaki ketimpangan. Para pendiri bangsa kita tidak menginginkan penumpukan kemakmuran di tangan segelintir orang tetapi pemelaratan mayoritas rakyat. Tegasnya, cita-cita perekonomian kita menghendaki kemakmuran seluruh rakyat.
           Supaya cita-cita perekonomian itu tetap menjiwai proses penyelenggaran negara, maka para pendiri bangsa sepakat memahatkannya dalam buku Konstitusi Negara kita: Pasal 33 UUD 1945. Dengan demikian, Pasal 33 UUD 1945 merupakan sendi utama bagi pelaksanaan politik perekonomian dan politik sosial Republik Indonesia. Namun, sejak orde baru hingga sekarang ini (dengan pengecualian di era Gus Dur), proses penyelenggaran negara sangat jauh politik perekonomian ala pasal 33 UUD 1945. Pada masa orde baru, sistem perekonomian kebanyakan didikte oleh kapital asing melalui kelompok ekonom yang dijuluki “Mafia Barkeley”. Lalu, pada masa pasca reformasi ini, sistem perekonomian kebanyakan didikte secara langsung oleh lembaga-lembaga asing, seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO.
Akibatnya, cita-cita perekonomian sesuai amanat Proklamasi Kemerdekaan pun kandas. Bukannya melikuidasi sisa-sisa ekonomi kolonial, tetapi malah mengekal-kannya, yang ditandai oleh menguatnya dominasi kapital asing, politik upah murah, ketergantungan pada impor, dan kecanduan mengekspor bahan mentah ke negeri-negeri kapitalis maju. Ketimpangan ekonomi kian menganga. Kemiskinan dan pengangguran terus melonjak naik. Mayoritas rakyat (75%) bekerja di sektor informal, tanpa perlindungan hukum dan jaminan sosial. Sementara puluhan juta lainnya menjadi “kuli” di negara-negara lain.

       F. Masa Orde Lama ( 1945 – 1967 )
   Perekonomian Indonesia pada masa orde lama perlu dicermati karena pada masa tersebut, Indonesia merupakan Negara yang baru saja merdeka. Dalam masa ini, perkembangan perekonomian dibagi dalam 3 (tiga) masa, yaitu :
1
  Masa Kemerdekaan ( 1945 – 1950 )
  Keadaan ekonomi pada masa awal kemerdekaan dapat dibilang sangat tidak menggembirakan. Hal itu terjadi karena adanya inflasi yang disebabkan oleh beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Oktober 1946 Pemerintah RI mengeluarkan ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang, namun adanya blockade ekonomi oleh Belanda dengan menutup pintu perdagangan luar negeri mengakibatkan kekosongan kas Negara. Akibatnya Negara berada dalam kondisi krisis keuangan dan kondisi itu tentu membahayakan bagi keberlangsungan perekonomian Indonesia pada saat itu.
Dalam menghadapi krisis tersebut, pemerintah menempuh beberapa kebijakan, yaitu :
  • Pinjaman Nasional
  • Pemenuhan Kebutuhan Rakyat
  • Melakukan Konferensi Ekonomi
  • Membuat Rencana Pembangunan. 
  • Membangun Partisipasi Swasta Dalam Pembangunan Ekonomi
  • Nasionalisasi Bank Indonesia
 Masa Demokrasi Liberal ( 1950 – 1957 )

   Ciri utama masa Demokrasi Liberal adalah sering bergantinya kabinet. Hal ini disebabkan karena jumlah partai yang cukup banyak tetapi tidak ada partai yang memiliki mayoritas mutlak dan hal ini kemudian membuat pada masa ini perekonomian diserahkan sepenuhnya kepada pasar. Dampak dari kebijakan ini akhirnya hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia.
    Pemerintah terkesan memaksakan sistem pasar dalam perekonomian, anehnya pemerintah sudah mengetahui dampaknya dan melakukan berbagai upaya untuk mengatasi kondisi perekonomian. Usaha-usaha tersebut adalah melalui pemotongan nilai uang, melanjutkan program Benteng, dan memutuskan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB). Pemotongan nilai uang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun, dikenal dengan sebutan Gunting Syarifuddin. Pemerintah juga melanjutkan Program Benteng (Kabinet Natsir) dengan maksud untuk menumbuhkan wiraswasta pribumi agar bisa berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional dan pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda.

Masa Demokrasi Terpimpin ( 1959 – 1967 )     Demokrasi Terpimpin tidak lepas dari sosok Presiden Soekarno, sehingga pemikiran Soekarno menjadi dasar bagi pelaksanaan demokrasi terpimpin. Dalam pidato beliau yang berjudul Kembali ke Rel Revolusi terbitlah pemikiran Soekarno tentang demokrasi terpimpin. Demokrasi Terpimpin benar-benar terjadi setelah muncul Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Mulai saat itulah Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin. Akibat dari system ini berdampak pada perubahan struktur ekonomi Indonesia yang akhirnya cenderung berjalan melalui system etatisme, dimana dalam system ini Negara dan aparatur ekonomi Negara bersifat dominan serta mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi diluar sektor Negara.
     Tidak menunjukkan kondisi perekonomian yang baik justru berdampak pada adanya devaluasi (penurunan nilai uang yang tujuannya guna membendung inflasi yang tetap tinggi, mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, serta agar dapat meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan), perlunya membentuk lembaga ekonomi, dan kegagalan dalam bidang moneter. Pada saat ini dibentuk pula Deklarasi Ekonomi, tujuannya untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin.

G. Masa Orde Baru ( 1967 – 1998 )

   Masa Orde Baru identik dengan masa pemerintahan Presiden Soeharto. Dikenal beberapa tahapan pembangunan yang menjadi agendanya. Orde Baru mengawali rezimnya dengan menekankan pada prioritas stabilitas ekonomi, dan politik. Program pemerintah berorientasi pada pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan Negara, dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pemerintah menerapkan kebijakan ekonomi yang baru melalui pendekatan demokrasi pancasila, dan secara perlahan campur tangan pemerintah dalam perekonomian mulai masuk.
    Pentingnya aspek pemerataan disadari betul dalam masa ini sehingga muncul istilah 8 (delapan) jalur pemerataan sebagai basis kebijakan ekonominya, yaitu :

1) Kebutuhan Pokok

2) Pendidikan dan kesehatan

3) Pembagian pendapatan

4) Kesempatan kerja

5) Kesempatan berusaha

6) Partisipasi wanita dan generasi muda

7) Penyebaran pembangunan

8) Peradilan

    Agar implementasi kebijakan tersebut dapat terlaksana dengan baik dan terencana, maka kebijakan tersebut dilaksanakan dengan sebutan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) dan berlangsung dalam periodisasi lima tahunan sehingga dikenal dengan sebutan Pelita (Pembangunan Lima Tahun). Pelita menunjukkan hasil yang signifikan dalam proses pembangunan ekonomi, terbukti pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, menurunkan angka kemiskinanm meningkatkan partisipasi pendidikan, penurunan angka kematian bayi, dan peningkatan sector industri, berhasil dalam mengendalikan jumpal penduduk melalui program Keluarga Berencana (KB).
    Sisi negatif dari Pelita adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup, kerusakan suber daya alam, ketimpangan pertumbuhan ekonomi antar daerah, ketimpangan antar golongan pekerjaan, akumulasi utang luar negeri yang semakin menumpuk serta muncul pula konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi, dan nepotisme.
   Meskipun Orde Baru berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi fundamental ekonomi justru rapuh. Titik kulminasi keterpurukan Orde Baru berujung pada mundurnya Soeharto dari kursi presiden pada tanggal 21 Mei 1998.
   Terlepas dari berbagai kontroversi tentang perjalanan rezim Orde Baru, harus diakui bahwa Orde Baru paling tidak telah meletakkan dasar-dasar perekonomian bagi rezim selanjutnya. Kondisi politik yang relatif stabil menjadi modal bagi tumbuhnya perekonomian secara baik.

H. Masa Reformasi (1998 - Sekarang)
      Masa reformasi dianggap sebagai tonggak baru perjalanan kehidupan bangsa Indonesia dari sisi sosial dan politik. Muncul beberapa kebijakan yang kemudian menjadi landasan bagi perjalanan sejarah Bangsa Indonesia kedepan. Kebijakan yang paling menonjol adalah adanya pergeseran pengelolaan pemerintahan dari sentralitis menjadi desentralitis


referensi :
www.berdikarionline.com/editorial/20130118/cita-cita-perekonomian.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Nusantara_(1942-1945)
http://id.scribd.com/doc/208134427/Masa-Pendudukan-Jepang-Di-Indonesia
http://www.scribd.com/dhe_handh/d/19623974-Sistem-Ekonomi-Indonesia
http://ringkasanmapel.blogspot.com/2011/11/bab-2-sistem-perekonomian.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Cultuurstelsel
http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2012/09/sistem-tanam-paksa-dan-dampaknya.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Vereenigde_Oostindische_Compagnie
http://windadwidayanti.blogspot.co.id/2015/06/sejarah-ekonomi-indonesia.html